Pendakian ke Merapi
Berbeda dengan tulisan-tulisan saya sebelumnya yang berasal dari obrolan dengan teman-teman, baca-baca buku dan dari internet, untuk pyang satu ini merupakan pengalaman pribadi saya.Sekitar Bulan Desember tahun 2016 saya dan teman saya mendapat tugas PKL seperti kebanyakan anak SMK lainnya, kebetulan saya ditempatkan di Jogja bersama 4 teman, tapi ditempatkan di 2 perusahaan yang berbeda.
Saat menjelang Natal kita semua mendapatkan jatah libur Minggu dan Senin. Bingung, libur mau apa? Tiba-tiba temanku berkata "Ke Merapi aja kita!" aku yang mendengarnya langsung mengiya kan, karena memang dasarnya saya tidak diperbolehkan orang tua untuk mendaki pada saat-saat itu, "mumpung jauh dari rumah" Itu yang ada di pikiranku, tapi rencana ini sangat mendadak menjelang sehari keberangkatan. Awalnya kita mengajak ke dua orang teman kami tapi mereka malah mudik, ya akhirnya berangkat lah kita hanya sepasang.
Perjalanan dimulai pada tanggal 25 dari kos-kosan kami sekitar pukul 09.00 WIB menggunakan motor Honda Beat *tidak bermaksud promosi* menuju Selo, mengandalkan google maps kami sempat nyasar dibuatnya, untung ada ibu-ibu yang sedang nyawah mau menjawab pertanyaan kami soal jalan, Terima kasih, Buu!!! Masih di perjalanan berpapasan lah kami dengan bapak-bapak yang mobilnya mogok, mau bantu nggak thau mesin, akhirnya ya jalan terus aja timbang sok tahu jadi malu? Jam 12.30 WIB kita sampai di basecamp istirahat sekitar setengah jam sembari melakukan registrasi.
13.00 WIB perjalanan pun dimulai. dengan perlengkapan yang kami bawa adalah satu buah tenda kapasitas 3 orang, kompor portable, panci, teko, peralatan makan dan minum, sleeping bag satu buah, matras, power bank untuk penerangan, mie instan 4, air mineral 1, dan sebungkus makanan ringan. Kami melakukan pendakian dengan perbekalan-perbekalan tersebut, kami naik dari New Selo melewati jalan cor-coran yang munurut kami itu amat sangat menyiksa, tak berapa lama kami sadar mungkin sebotol air mineral tidak cukup sampai atas, beruntung lah kami bertemu seorang pendaki yang baru turun, kami tanyai di "apa ada sumber air di atas?" "Tidak, mas" Jawabnya, kami saling memandang dan kemudian sadar bahwa kami bukan onta yang bisa berjalan jauh tanpa air, turunlah kita lagi untuk membeli air, untung belum jauh jalannya. "Alhamdulillah" sambil menghela nafas.
Lanjut lah kita setelah persediaan dirasa cukup. Karena kita hanya berdua dan ini merupakan pendakian pertama saya kami saling membantu satu sama lain jika ada yang merasa lelah harus beristirahat. Di sepanjang perjalanan menuju gerbang dari new selo kita sudah disuguhi pemandangan alam yang indah, sampai di gerbang kita istirahat sejenak mengambil nafas istilahnya sekitar 15 menit. Beranjak lah kami dari gerbang menuju pos 1, tak sengaja ditengah jalan bertemu lah kita dengan bapak-bapak asli Sulawesi yang besar di Papua dan tinggal di Jogja yang sempat berbincang dengan kami di basecamp ia naik bersama 3 temannya dan 1 anaknya berusia 6 tahun yang seorang tuna rungu dari lahir, tapi semangatnya sangat super luar biasa. Kami akhirnya bergabung dengan bapak itu. Di perjalanan kami saling bertukar cerita entah itu tentang pengalaman mendaki atau kehidupan pribadi, hingga di ajak mendirikan tenda bersebelahan. Tapi pada akhirnya karena perbedaan jalur kita terpisah, beliau melewati jalur kartini sedangkan kami lewat jalur yang lain karena tidak tahu, akhirnya ya nggak jadi bikin tenda sebelahan, padahal kita sempat diberi kacang hehehe....
Setelah perpisahan dengan bapak itu kita lanjutkan perjalanan dari pos 1 ke pos 2 dengan jalan yang berbatu dan cukup menanjak dengan berselimut kabut tpis dan hawa dingin gunung yang sedikit demi sedikit mulai mengelus jiwa. Di pos 2 kami tidak berhenti terlalu lama takut terlalu malam sampai di pos 3, karena target kami ngecampnya di pos 3 Psar Bubrah, dan alhamdulillah target tersebut tercapai, sekitar pukul 6 kita sampai di pos 3 dengan kabut yang sudah mulai menebal dan hembus angin yang sangat kencang, bergegas lah kita mendirikan tenda, tak lama saat kami berusaha memegangi tenda agar tidak terbawa angin yang sudah mulai menggila datang lah seorang lelaki sendirian baru sampai juga, karena sendirian sudah pasti sangt sulit mendirikan tenda dengan angin yang sangat gilanya, berhubung tenda kami hampir jadi dan dia meminta bantuan aku berusaha membantu semampuku, meski hanya sebatas memegangi biar nggak kebawa angin, saat kutanya dari mana asalnya ternyata dia anak pondokan dari Solo, santri ternyata dia. Tenda telah di bangun masuk lah kita. Di tengah hawa dingin Gunung Merapi dan dengan hembusan angin yang tidak pelan melewati tenda tua yang udah mulai bolong-bolong sepiring berdua indomie goreng terasa sangat istimewa.
Setelah melewati malam yang dingin tersebut keesokan paginya kami berkesempatan melihat sunrise Gunung Merapi yang begitu indahnya. Merasa bersyukur atas nikmat alam yang diberikan oleh-Nya, hampir air mata ini menetes. Meski pendakian kami tidak sampai puncak hanya sampai Pasar Bubrah kami sudah sangat senang setelah puas mengabadikan momen kami pun bergegas turun.
Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan ini seperti bersyukur atas rahmat yang diberikan oleh yang kuasa kepada kita, berperilaku baik pada sesama manusia, menghargai orang lain, saling tolong menolong, lebih menghargai hidup ini. Ya seperti itulah gambaran saya mengenai perjalanan ini kurang lebihnya mohon dimaafkan. Terima kasih.
asik banget kayaknya kalau mendaki kesitu gan
ReplyDelete